• Lima Alasan Bisnis Online Banyak Diminati

    Lima Alasan Bisnis Online Banyak Diminati

    Bagi saya yang terbiasa bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, keputusan untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya memang menjadi tantangan lebih. Selain adaptasi kebiasaan sehari-hari, tentu saja hal berkaitan dengan kemandirian finansial pun ikut berubah.

    Ada rasa pekewuh saat harus ‘bergantung’ pada suami seutuhnya. Walau pun sebenarnya hal tersebut sangat wajar dan bahkan Pak Ali pun senang-senang saja sepertinya haha.

    Demi menetramkan rasa ketidakenakan ini, dan juga memenuhi kebutuhan akan kemandirian finansial bagi mental saya, akhirnya saya mencari jalan lain agar saya tetap dapat menghasilkan rupiah dengan tetap menjalankan fungsi utama sebagai istri dan ibu di rumah. Ya, berbisnis salah satu pilihannya.

    AMIGO Online Shop
    personal collection

    Sebenarnya, dunia berdagang bukan hal baru bagi saya pribadi. Selepas kuliah hingga saat saya aktif sebagai budak korporat pun saya berbisnis. Namun, karena sesuatu dan lain hal, bisnis saya pun sempat vakum. Wal hasil, tentu saja customer yang saya bangun pun ikut menghilang, yang artinya saya harus kembali memulai dari awal.

    Di zaman sekarang, banyak jenis bisnis yang bisa dijalankan. Mulai dari berdagang secara konvensional alias tatap muka, berdagang online, berbisnis MLM (multi level marketing), bisnis jasa. Bahkan hingga bisnis yang agak asing bagi saya (karena ilmu saya yang belum sampai sana haha), seperti bisnis saham, bisnis valas, bisnis bitcoin, mining dan masih banyak istilah-istilah lainnya.

    Dengan beragamnya bisnis yang marak di masyarakat, saya memilih untuk kembali menjalani bisnis yang pernah saya geluti sebelumnya, yaitu berjualan produk secara online. Nah, kenapa sih saya menambatkan pilihan pada bisnis ini ketimbang bisnis lainnya?

    Ini lah LIMA alasan berbisnis online:


    1. Market yang luas

    Kita tahu bahwa internet sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat saat ini. Dan media sosial yang menjadi serbuan konsumsi utamanya. Nah, mereka para konsumen media sosial ini dapat kita jadikan target pasar untuk produk jualan online kita, tentunya dengan ilmu tambahan untuk dapat mengoptimalkannya.

    Jadi, dari pada hanya scrolling ­media sosial dan kemudian diakhiri dengan gibah dan sejenisnya, lebih baik kita alih fungsikan media sosial yang ada menjadi lebih bermanfaat dan membawa kebaikan, salah satunya ya digunakan untuk berdagang hehe.

    2. Fasilitas yang sangat banyak dan mendukung

    Berdagang online di zaman dulu hanya seputar menggunakan laman facebook dan aplikasi BBM saja. Namun, saat ini platform yang tersedia lebih banyak. Bahkan, mereka juga menyediakan berbagai macam support system untuk para pedagangnya agar lebih bisa optimasi toko online-nya.

    Seperti beberapa ­e-commerce yang menyediakan pusat edukasi bagi para seller-nya. Jadi, seller yang ikut membuka toko di platform tersebut akan mendapatkan ‘bimbingan’ agar dapat menaikkan traffic tokonya. Hal tersebut tentu berimbas pada kenaikan angka penjualan toko tersebut.

    Selain itu, otomatisasi sistem dropship yang sudah applied langsung di platform tersebut juga menjadi kelebihan lain. Terutama bagi penjual yang belum bisa memproduksi hasil jualannya sendiri, atau masih mengambil barang jualan dari orang lain, alias reseller. Nah, saya pun masih di tahap ini kok by the way. Hihi.

    Eits, bukan itu saja. Bahkan media sosial pun kini membuka business-line khusus, seperti Facebook Ads. atau Intagram Ads., dan masih banyak lainnya. Belum lagi jika kita mempelajari digital marketing dan membangun landing page sendiri, seperti web atau blog khusus berdagang. Sangat luas pintu kemudahan untuk berdagang saat ini, kan?

    3. Fleksibilitas tinggi dibandingkan dengan membuka toko fisik/offline

    Mom’s friendly jika saya membahasakan. Bisnis yang tetap dapat dijalankan dari rumah, sambil menyambi pekerjaan lainnya. Tidak terikat dengan office hours seperti saat saya bekerja di institusi dulu. Di mana pun dan kapan pun, selama ada sambungan internet, bisnis tetap bisa berjalan.

    Selain dari pertimbangan waktu, tentu pertimbangan modal pun menjadi poin penting. Bisnis online membutuhkan range modal yang sangat beragam, bahkan dari level sangat minim pun.

    Seperti yang saya sudah singgung sebelumnya, selama tersambung dengan internet (dan tentu saja gadget kita pastinya), bisnis sudah bisa dimulai dan dijalankan. Yang penting ada tekad, niat, kemauan, banyak peluang dapat dijajaki.

    4. Tetap dapat menghasilkan uang meski hanya dari rumah

    Seperti paparan saya di poin sebelumnya mengenai fleksibilitas, berdagang online merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil bagi para ibu-ibu yang memilih untuk full membersamai keluarga dengan tetap menjadi produktif secara finansial. Mungkin banyak bisnis lain yang dapat di-maintain dari rumah, seperti bisnis valas dll. Namun, harus memiliki ilmu khusus untuk menjalankan bisnis seperti itu karena mereka memiliki karakteristik tersendiri.

    Sedangkan berdagang online bisa dikatakan lebih general. Seperti berdagang pada umumnya, ada penjual, ada pembeli, ada hal yang diperjual-belikan (jasa atau pun barang). Yang membedakan hanya media yang digunakan dalam jual-beli tersebut, yaitu media online.

    5. Mengasah kreativitas

    Ya, benar, bisnis pun perlu pemikiran! Bagaimana membangun strategi agar toko online kita dapat dilihat orang banyak, bagaimana cara memilih produk agar bisa diterima masyarakat, bagaimana cara menaikkan pembelian, bagaimana cara agar bisnis kita dapat berjalan secara kontinyu, yang artinya tingkat ketertarikan masyarakat pada barang yang dijual di toko kita tetap tinggi, dan masih banyak lagi.

    Alhamdulillaah, aktivitas ini dapat mengaktifkan otak saya untuk terus bekerja, dan untuk saya pribadi ini sangat penting. Karena sebelumnya saya kuliah, bekerja, ketika saya di rumah, ada setting-an otak saya yang berbeda.

    Bukan berarti menjadi ibu rumah tangga tidak dituntut untuk berpikir. Namun, justru saya butuh pengalihan lain untuk pikiran saya agar terhindar dari kejenuhan. Dan menjalankan online shop ini menjadi salah satu pengalihan tersebut.

    Nah, itu lah alasan mengapa saya memilih untuk kembali menekuni bisnis online. Bukan karena merasa kurang dengan apa yang sudah suami berikan, tetapi jika kita bisa tetap menghasilkan sedikit (atau bahkan banyak aammiiin) pundi-pundi rupiah dengan rentetan kelebihan lainnya, why not? Selama menjalaninya dengan bahagia, suami dan anak akan ikut tertular dengan kebahagiaan kita, bukan?

    Dan satu lagi. Tak perlu malu dan gengsi untuk berbisnis. Karena rentetan wishlist kita tidak akan dibayarkan oleh tetangga, bukan? Hihi. Salam sehat selalu ^^

  • MEMPERBAIKI KERAN MAMPET, YUK!

    MEMPERBAIKI KERAN MAMPET, YUK!

    Air sudah pasti menjadi kebutuhan utama di setiap rumah tangga. Semewah dan sebesar apapun rumah tidak akan nyaman jika ketersediaan dan sirkulasi airnya tidak baik, setuju?

    Nah, kisahnya, pagi ini seperti biasa. Heboh dengan aktivitas masing-masing. Pak suami yang bersiap kerja, bocah yang juga harus bergegas ke sekolah, diseling drama pagi tentunya. Sarapan, perbekalan, sudah tersedia, air di keran masih aman mengalir.

    Selepas Paksu dan bocah pergi, ini waktu emak-emak bagian cuci-mencuci. Terbayang, kan, tumpukan peralatan dapur pasca sarapan dan perbekalan? Harus segera dieksekusi sebelum makin menumpuk untuk sesi-sesi selanjutnya.

    Bismillah, apron mencuci sudah dipakai, wadah sabun cuci beserta spons sudah tersedia, ketika memutar keran air, LOH, AIRNYA KOK SANGAT KECIL ALIRANNYA?

    Panik. Saya langsung memastikan fungsi keran lain di kamar mandi. Ternyata aman. Air tetap mengalir deras. Saya juga coba ke kamar mandi lantai dua, juga sangat aman. “Wah, ini kenapa, ya, keran dapur ngadat?

    Seketika Observasi pun Dimulai

    Ini tidak bisa dibiarkan (apa, sih, Nad?). Hal pertama yang saya lakukan adalah memastikan saluran air menuju keran dapur dalam kondisi baik. Sangat mungkin pipa yang patah, kebocoran, bahkan rembesan pipa dapat mempengaruhi debit air tentunya.

    Naik ke lantai tiga, tracking saluran dari arah toren hingga cabang yang menuju lantai satu ruang dapur, Alhamdulillah tidak ditemukan patahan atau kebocoran. Rembesan pun tidak, sangat kering.

    Selanjutnya lebih terfokus pada observasi keran. Saya buka dan bersihkan bagian kepala keran. Mungkin ada kotoran yang menghambat jalan keluar air. Namun, hasil nihil. Kepala keran yang memang saya selalu bersihkan secara rutin itu masih dalam keadaan bersih.

    Untuk memastikan, saya pun menyalakan tuas keran dalam kondisi tanpa kepala keran. Oh, ternyata debit airnya memang kecil dari sebelum masuk ke kepala keran. Hmm, berarti permasalahan ada di leher dan atau badan keran. Baiklah, mari kita bongkar!

    Memperbaiki Keran yang Mampet

    Sebagai tambahan informasi, jenis keran itu sangat beragam. Biasanya tergantung fungsi dan penempatan. Untuk mengetahui jenis keran, sila klik di sini.

    Kebetulan, keran yang bermasalah dan akan saya bahas di tulisan ini adalah jenis keran angsa fleksibel. Dia seperti keran angsa tetapi bagian leher kerannya dapat digerakkan dan diarahkan sesuai kebutuhan.

    keran yang digunakan di rumah
    Keran Dapur yang Saya Gunakan

    Penatalaksanaan keran mampet ini saya dapatkan dari beberapa kanal di Youtube. Yap, saya kombinasikan beberapa metode dan saya lakukan menurut tahapan yang saya pikir lebih mudah dan sederhana.

    Berikut Langkah Mudah Memperbaiki Keran Secara Mandiri:

    • Buka atau lepaskan leher keran dari badan keran. Beberapa merek keran perlu obeng untuk proses ini karena pengunciannya menggunakan sekrup. Namun, keran milik saya hanya butuh memutarkan bagian penguncinya saja, tanpa perlu bantuan alat apapun.
    melepaskan leher keran dari badan keran
    Melepas Leher Keran dari Badannya
    • Di bagian leher keran yang telah kita lepas, ada suatu sekat putih berlubang yang terpasang agak kuat di selang/leher keran. Sekat tersebut kita buka. Untuk melepasnya bisa dicongkel dengan paku besar atau pun dengan pisau.
    penampakan sekat putih yang harus dilepas
    Melepas sekat putih di leher keran
    • Setelah terlepas, bagian sekat ini ternyata berhubungan dengan selang bening yang menjadi jalan aliran air. Hal umum yang terjadi adalah melilitnya selang tersebut yang akhirnya menghambat jalan air ke kepala keran. Jadi, kita cukup memutar lilitan selang hingga ke bentuk normal.
    lilitan yang terjadi pada sselang diluruskan kembali
    Melepaskan lilitan di selang air
    • Setelah selang bebas lilitan, kita tinggal memasang kembali sekat putihnya. Selanjutnya kita pasang leher keran ke badan keran. Kemudian nyalakan tuas air untuk memastikan aliran air yang keluar saat ini sudah lancar.
    • Jika saat pengetesan debit airnya sudah baik, kita tinggal kencangkan kembali pengunci leher keran dengan badan keran. Proses perbaikan pun selesai.
    kondisi debit air normal setelah diperbaiki
    Alhamdulillah debit air kembali normal

    Ternyata cukup mudah, kan? Tidak perlu memanggil profesional yang menguras kocek untuk kasus seperti ini, Saya pribadi tim ngoprek dulu sendiri untuk problematika-problematika rumah tangga. Kalau sudah mentok, baru lambaikan tangan ke kamera alias panggil ahlinya, hihi. Kegiatan ngoprek ini juga bisa membantu memperbaiki mood, loh! Apalagi kalau berhasil ngoprek-nya. Gimana dengan para sahabat? Boleh, dong, sharing pengalaman pertukangannya di sini ^^

  • Lima Tips Pindah Rumah Minim Drama

    Lima Tips Pindah Rumah Minim Drama

    Alhamdulillaah, akhirnya bisa kembali berselancar di rumah kedua ini. Setelah hampir dua bulan menghilang (halah) karena satu, dua, tiga lain hal.

    Jadi, ceritanya kami sekeluarga baru pindah rumah (lagi). Alasannya, rumah yang sebelumnya mau dijual. Akhirnya kehebohan tentang pencarian rumah sampai proses moving juga cukup menyita waktu dan tenaga.

    personal collection

    Kebetulan rumah yang baru ini tidak begitu jauh dengan rumah lama kami. Masih satu daerah bahkan. Alhamdulillaah, secara luas bangunan rumah ini lebih besar, karena memang terdiri dari dua lantai penuh ditambah satu lantai semi-outdoor di rooftop untuk tempat mencuci dan menjemur.

    picture by Pinterest

    Ngobrol tentang pindahan, sebenarnya saya sudah sangat familiar sekali dengan kegiatan satu ini. Yap, sejak bayi saya memang sudah hidup nomaden. Jarang sekali rasanya stay di satu kota atau tempat dalam jangka waktu yang lama.

    Dulu, sih, pastinya alasan kepindahan karena mengikuti kerjaan orang tua. Saya kira, setelah menikah budaya berpindah-pindah ini akan segera pensiun. Ternyata, qadarullah, saya masih harus bersahabat dengan aktivitas packing dan adaptasi tempat baru lagi.

    Nah, kali ini saya yang (dirasa) cukup berpengalaman dalam hal pindahan, mau sharing, nih! Berikut lima trik dan tip untuk menghadapi kegiatan pindah rumah yang lebih happy:

    1. Tempat baru, suasana baru, kesempatan baru. Ini memang lebih ke arah mensugestikan diri sebenarnya. Walau tidak bisa dipungkiri, yang namanya pindah ke tempat baru pastilah membutuhkan effort lebih untuk berkenalan lagi, adaptasi kembali, dan bahkan seperti menerka-nerka seperti apa sekiranya lingkungan dan budaya di tempat baru nantinya. Tentu hal ini tidak mudah. Namun, pikiran kita tetaplah berada di bawah kendali diri kita. Kita bisa banget, kok, bernegosiasi dengan diri ini untuk tetap lebih melihat hal baik di setiap takdir yang sudah ditentukan untuk kita.
    2. Jika memungkinkan, survey tempat baru yang akan kita tempati nantinya akan membantu proses adaptasi diri. Terutama jika kita akan pindahan dengan anak kecil. Mengajak bocil untuk melihat lingkungan barunya nanti, sambil dinarasikan hal-hal positif tentang rumah atau tempat baru tersebut kepada mereka, akan sangat membantu proses perpindahan ananda menjadi lebih membahagiakan. Namun, jika tidak memungkinkan untuk kunjungan secara langsung, kita bisa menunjukkan foto-foto atau video rumah baru dan lingkungannya kepada mereka, sambil diperkenalkan dan juga dibiasakan secara visual (setidaknya).
    3. Packing yang efektif dan efisien. Nah, salah satu proses yang lumayan berat dalam pindahan adalah packing dan unpacking. Terkadang kita sampai bingung mau memulai dari mana dulu. Ujung-ujungnya malah sulit untuk memulai. Namun, ternyata, packing pun ada tipsnya, loh! Tips ini sangat mempermudah proses pengemasan dan juga proses merapikan di tempat barunya kelak.
      • Persiapkan alat dan bahan untuk packing, seperti kardus berbagai ukuran, plastic box jika diperlukan, spidol permanent untuk pelabelan, lakban, tali rafia, bubble wrap, plastik sampah atau plastik laundry beberapa ukuran, dan lain-lain. Pastikan kita sudah membuat daftar alat dan bahan sebelumnya agar lebih mudah dalam mempersiapkannya.
      • Lakukan packing per ruangan. Misalkan, dimulai dari ruang kamar tidur utama, fokus di ruang tersebut hingga selesai, baru melanjutkan ke ruang selanjutnya. Jika di suatu ruangan ternyata memiliki banyak jenis barang, seperti di dapur, ada benda pecah belah, metal, plastik. Kita bisa melakukan pemilahan sesuai dengan jenisnya. Kardus khusus piring dan mangkuk, plastik khusus alat makan plastik, atau bisa juga pemilahan sesuai dengan tempatnya, misalkan “alat dapur lemari putih”, “isi kitchen set atas”, dsb.
      • Jangan lupa untuk memberikan label atau penamaan hasil packing-an. Bahkan, untuk kemasan dus, saya memberi penamaan di keempat sisinya. Hal ini akan mempermudah proses unpacking, terutama jika nantinya banyak dus lain dan tertumpuk.
      • Usahakan untuk memberikan pelabelan selengkap dan seinformatif mungkin. Misal, “hati-hati pecah belah, parfum dan kosmetik”, “jangan dibalik, isi akan tumpah, tepung-tepungan dan bahan kue”, dll.
    4. Jangan memaksakan diri saat packing. Jika membutuhkan bantuan, sebaiknya mencari bantuan. Proses memaksakan diri ini akan berefek jangka panjang. Sedangkan aktivitas pindahan ini merupakan kegiatan yang multi-tahap. Dari pencarian tempat baru, proses pembayaran dan getting ready tempat baru, packing di tempat lama, berpamitan dengan tetangga lingkungan lama, memindahkan barang, unpacking di tempat baru, penataan tempat baru, berkenalan dengan tetangga baru, dst. Jika di satu proses kita sudah terlalu overwhelmed, tentu akan berdampak kurang baik pada proses selanjutnya. Tak jarang bahkan banyak yang trauma dengan proses moving ini. Bentuk bantuan pun banyak macamnya. Kita bisa menggunakan jasa pindahan, atau sekadar menitipkan anak di neneknya atau orang kepercayaan, saat kita sedang packing. Jangan lupa mengkomunikasikan dengan pasangan jika diri dirasa sudah terlalu lelah.
    5. InsyaAllah segala yang terjadi pasti tidak lepas dari ketetapan Allah. Bahkan, daun yang jatuh pun tak luput dari takdir-Nya. Apalagi proses besar seperti perpindahan ini. Yakin bahwa ada kejutan lain yang Allah sedang persiapkan untuk kita. InsyaAllah dengan keyakinan kuat akan qadarullah tersebut, semua akan terasa lebih ringan dijalaninya.

    Saya tidak menjamin bahwa kepindahan kita akan tanpa lelah dengan tips tersebut. Namun, insyaAllah akan lebih minim keluh yang efeknya akan lebih baik untuk mental kita saat menjalaninya.

    Sangat suka dengan potongan lirik lagu yang dibawakan Sherina di film Petualangan Sherina dulu:

    “Lihat segalanya lebih dekat…dan kau akan mengerti…”

    Sherina – Lihatlah Lebih Dekat

    Nah, pada akhirnya, proses panjang itu pun terlewati, kok! Dengan atau tanpa keluhan semuanya akan beres juga, bukan? Jadi, kenapa harus memilih untuk lebih banyak keluhannya yang justru malah bikin semua terasa lebih berat? Mengapa tidak kita jadikan momen untuk bonding dengan pasangan dan anak kita saja? See good in good for good ^^

  • Last Day Being Kindergarten Student

    Last Day Being Kindergarten Student

    Hari Kamis tanggal 22 Juni 2023 kemarin officially jadi hari terakhir Anis berstatus murid TK (taman kanak-kanak). Walaupun closing-nya, sih, hari Minggu besok saat graduation, tapi tetap saja pembagian rapot menjadi final dari aktivitas pembelajaran.

    Last Semester Evaluation Report

    Pembagian rapot kali ini agak mengandung bawang. Beberapa orang tua murid, termasuk guru kelas, terharu-biru melepas anak-anaknya ke jenjang lebih tinggi. Termasuk aku.

    Rapot akhir jenjang TK yang lucu berikut hampers dari Forum Orangtua Murid

    Yes, aku juga terbawa suasana. Setelah pergolakan batin yang panjang (halah) tentang lanjut ke SD langsung atau pending dulu, akhirnya aku dan ayah Ali bisa menentukan dan membulatkan tekadnya.

    Memang terdengar sepele untuk orang lain, tetapi bagi kami memang agak tricky. Mengingat usia Anis yang terlalu dini untuk menjadi murid Sekolah Dasar, dan juga kondisi ‘spesial’ Anis yang berkenaan dengan fokus dan rentang konsentrasi.

    Namun, Alhamdulillaah. Berkat kemudahan yang Allah berikan, juga kerja sama yang luar biasa antara orang tua, guru, terapis dan tentu Anis-nya sendiri, ada peningkatan yang cukup signifikan dengan kondisi Anis tersebut. Hingga akhirnya dirasa cukup bisa melanjutkan ke jenjang SD, meski masih harus diberikan support lebih untuk pengoptimalannya.

    Hasil Evaluasi Akhir Anis di Kindergarten

    Sekolah Anis, TK Inklusi Cendikia Muda Bandung, tidak menganut sistem ranking untuk jenjang TK. Aku pikir pun belum perlu, ya ga, sih? Jadi, hasil evaluasi lebih disajikan dalam bentuk narasi dan tabel ceklis kompetensi dasar sesuai jenjangnya.

    Secara akademik, baik agama dan non-agama, Alhamdulillah Anis menunjukkan hasil yang sangat maksimal. Bahkan, untuk beberapa aspek, Anis mengungguli teman-temannya. Salah satunya di bidang membaca, logika matematika sederhana, motorik kasar, juga aspek bahasa.

    Selalu kagum sama rapot TK Anis hasil karya guru kelasnya masyaAllah

    Untuk motorik halus, Anis sudah bisa menulis dengan mandiri. Walaupun masih ada beberapa huruf dan angka yang kadang terbalik dalam penulisannya, tetapi makna dari tulisannya sudah jelas dan dapat ditangkap oleh pembacanya.

    Masalah menggambar dan mewarnai, hmm, itu masih tetap dengan cerita lamanya. Mungkin progres, sih, ada. Namun, tetap belum bisa berteman baik dengan kegiatan tersebut hehe. Mewarnai masih dengan pemilihan warna seenaknya dan goresan seadanya. Rapi dan konsisten ga keluar garis hanya di beberapa waktu awal. Setelah itu mulai terburu-buru dan acak-acakan.

    Hal yang Menjadi Fokus Utama Pengembangan Anis

    Di akhir sesi bersama, aku meminta waktu untuk ngobrol secara personal dengan guru kelas. Sebagai ibu baru yang belum punya pengalaman handle anak sekolah, aku rasa butuh, nih, mencari tau tentang kondisi Anis sejauh ini dari gurunya langsung. Bukan sekadar dari paparan global di pertemuan bersama dan narasi di rapot.

    Aku mau tau hal apa yang harus lebih dioptimalkan kembali untuk bisa membantu Anis menjalani kehidupan SD-nya. Juga hal yang mungkin menjadi titik atensi guru terhadap Anis selama ini.

    hasil mewarnai Anis di semester dua kelas TK B
    Hasil mewarnai Anis di TK B

    Ternyata, persis seperti yang aku konsultasikan ke psikolog Anis di sesi evaluasi terakhir terapi term 1 kemarin. Yaitu, tentang emosionalnya Anis. Hal ini menjadi catatan juga dari gurunya.

    Di saat akhir ini, Anis cenderung lebih mudah emosi dan sensitifnya lebih kentara. Bahkan untuk hal yang sangat kecil, dia bisa ambil hati dan baper. Ga tanggung, ngambeknya bisa sampe kabur ke ruang atas atau diam di kolong meja, tapi Alhamdulillah ga sampe menyakiti orang lain.

    Anis sangat suka dengan kompetisi, tetapi belum baik dalam pengontrolan emosi dalam menghadapi kekalahan atau hasil yang ga sesuai. Dalam kegiatan berkelompok, dia bahkan berani ngomelin temannya jika Si Teman ini mengerjakan sesuatu tidak sesuai atau ga maksimal.

    Wah, ternyata masih cukup banyak juga, nih, PR aku untuk regulasi emosi dan sosial-emosi Anis. Yaa, Rabb, bantu aku dan mudahkan prosesnya, ya!

    Anis Bukan Anak TK Lagi

    Setahun di TK Cendikia Muda ini benar-benar membawa kesan baik banget untuk Anis. Dari perjalanan bermain di sekolah ini juga akhirnya Anis punya cita-cita lain, selain menjadi masinis/railfans. Yaitu menjadi GURU. Aku yakin, keinginan dia untuk menjadi guru ini pastinya ada peran rasa bahagia dia bersama guru-guru baru di kehidupannya, bukan hanya ibu.

    Foto bersama setelah gladi resik untuk Graduation
    Foto berkegiatan terakhir di TK

    Sosok guru yang dia temukan di awal kehidupan sekolahnya membawa vibe positif hingga akhirnya Anis pun tertarik untuk menjadi sosok tersebut di kemudian hari. Bagi aku, itu sudah sangat cukup. Bahwa Anis mendapati ‘pergi ke sekolah’ itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Kelak, rasa ini yang akan menjadi bekal dia untuk melanjutkan level berikutnya. Semangat, Anis! Terima kasih seluruh guru kesayangan Anis! Semangat juga, Ayah dan Ibu!

  • Honeymoon Kesekian di Art Deco Hotel Bandung

    Honeymoon Kesekian di Art Deco Hotel Bandung

    Tanggal 19 Juni kemarin adalah hari ulang tahun suami, Ayah Ali, yang ke-35. Alhamdulillaah, baarakallah fii umrik insyaAllah. Ternyata, kami berdua sudah lumayan menua, ya? Hehe.

    Ayah Ali Bertambah Tua

    Di ulang tahun kali ini Alhamdulillah kami berkesempatan untuk honeymoon jilid ke-sekian. Yaa, sejenis staycation tanpa Anis gitu doang, sih, konsepnya. Hal yang sepertinya sepele tapi ternyata penting juga. Quality time berdua. Setelah banyak melewati kesibukan masing-masing dan butuh rebooster untuk kembali memulai semua dengan lebih semangat.

    birthday boy with cakes from sweets corner in breakfast section
    Birthday boy with the mini sliced cake

    Setelah pergalauan panjang untuk deciding tujuan, akhirnya malah kembali ke dalam kota juga. Yup, ga perlu jauh, yang penting disempat-sempatkan, deh. Hihi.

    Art Deco Hotel and Residence tipe Corner Jacuzzi

    Art Deco Hotel and Residence yang akhirnya jadi pilihan kami untuk bonding. Alhamdulillah, Ayah Ali dapet rezeki lebih untuk menyewa tipe kamar Corner Jacuzzi. Sesuai namanya, kamar ini memang provided dengan private jacuzzi yang cantik sekali, masyaAllah.

    Tentang kamar dan interior

    Secara luas, dalam kamarnya sendiri aku pikir ga terlalu specious ya untuk kamar tipe ini. Mungkin karena space-nya lebih banyak untuk balkoni dan jacuzzi itu sendiri. Tanpa Anis, sudah sangat cukup sebenarnya. Karena kami berdua tidak terlalu butuh tempat untuk lari kesana-kemari juga, kan? Hehe.

    Walau begitu, interiornya super duper cantik dan estetik banget. Kesannya mewah, kental sentuhan modern Eropa dengan warna nude yang aku banget, deh. Didominasi warna krem dan putih, dengan sedikit corengan warna biru donker untuk single sofa-nya, kayak cocok banget aja gitu.

    Kasurnya king size yang luas dan nyaman banget. Ukuran favorit kami untuk pemilihan kamar hotel saat staycation, terutama bareng Anis. Sheet-nya dipastikan bersih dan wangi, ga nemu stain sama sekali.

    room facilities in general
    Fasilitas in room

    Masuk kamar pun hidung kita disuguhi aroma ala aromaterapi yang warm dan segar. Kayak floral citrus gitu. Ah, auto naik deh good mood-nya. Juga relaxing yang bener-bener support niat honeymoon kita.

    Complimentary yang lengkap

    Untuk yang ambil kamar tipe ini ga perlu khawatir dengan air minum atau cemilan. Tanpa bawa dari luar pun aku rasa sudah cukup, sih. Karena pihak hotel sudah menyediakan beberapa snack dan minibar yang bisa kita nikmati gratis. Termasuk air mineral 600 ml sebanyak dua botol dan air mineral 1,5 L sebanyak satu botol.

    Minibarnya pun macamnya banyak. Dari jus kemasan, minuman soda kaleng, teh seduh dan juga kopi cup yang bisa kita langsung buat di coffee maker-nya. Dari brand yang ternama juga, loh, itu teh dan kopinya. Jadi, sudah dipastikan nikmatnya, kan?

    completely complimentary stuff
    What a fancy complimentary

    Amenities lainnya yang bikin ter-wow-wow adalah toiletries-nya. Mereka menggunakan brand WATERL’EAU untuk produk sampo, sabun, kondisioner dan body lotion -nya. Sebenarnya aku pun kurang tau brand itu, tapi setelah googling baru sadar ternyata itu adalah produk Belgia sana, tetapi yang Art Deco pakai adalah produksi Malaysia.

    Jelas berbeda dengan toiletries standard hotel kebanyakan. Produk ini punya packaging yang terkesan mewah dan kokoh. Selain itu, harumnya juga sangat enak dan tahan lama, dan dipastikan rambut ga keras dan kusut seperti habis menggunakan sampo hotel lainnya, haha. Ini yang terpenting.

    toiletries in luxury with yet quality
    Toiletries yang lengkap dan super wangi

    Kelebihan lain kamar tipe ini kemarin adalah TV-nya yang sudah smart tv. Lengkap juga dengan aplikasi entertaining yang hits, seperti Netflix, Vidio, Youtube. Walau pun untuk terkoneksi dengan setiap aplikasi harus menggunakan akun pribadi, tapi ini sudah sangat mendukung kami kemarin untuk bonding dan quality time berdua.

    About surrounding

    Suasananya sangat asri. Dari balkon nuansa yang didapat adalah greenery. Yaaa, suasana khas daerah Ciumbuleuit atas pada umumnya lah. Udara sejuk, tenang, dengan nyanyian serangga hutan yang masih sangat terasa sepanjang hari.

    Di sekeliling hotel pun banyak sekali resto dan kafe favorit kota Bandung. Lebih menarik lagi karena beberapa kafe bahkan walking distance aja dari hotel. Cocok banget kan tuh untuk menenangkan pikiran dan diri. Ga perlu jauh-jauh, semua sudah tersedia.

    Nyobain rooftop restonya

    Malah, kemarin kita iseng nyoba resto rooftop dari hotel ini. Beuh, masyaAllah, keren. View-nya cantik, ambience-nya sangat romantis, semi fine-dining gitu. Harganya masih sangat ramah di kantong untuk kelas kafe daerah sana, dan rasa makanannya juga recommended!

    rooftop dining that tastefully yummy especially the fish and chips one
    Dining di rooftop restonya

    Restonya pun satu area dengan infinity pool yang sangat iconic dari hotel ini. Secantik itu. Oya, untuk yang book tipe kamar non-jacuzzi pun masih bisa menikmati kolam renang air hangat, loh, di sini. Don’t worry, all be happy.

    The Iconic Jacuzzi

    Nah, this is the best part of all. Yuhu, private jacuzzi-nya dong pastinya.

    Airnya kenceng, panasnya sangat stabil bahkan hingga tengah malam. Terpenting kebersihannya pun sangat terjaga. Karena kan kadang agak berlumut atau kotor gitu ya outdoor jacuzzi gitu. Minimal banyak debunya. But, you won’t find it here. Mungkin malam aja agak banyak binatang kecil hinggap, tapi bukan yang menjijikan gitu sih buat aku. Malah justru nguatin sensasi alamnya. MasyaAllah.

    private hot tub jacuzzi with the view
    private outdoor hot tub yang syahdu

    Last but not least, sarapannya juga istimewa. Variannya banyak dan lengkap, rasanya juga enak semua. Bahkan, ada stand khusus indomie yang dibarengi dengan cuanki. Gimana ga sempurna, tuh. Pagi dingin di Ciumbuleuit ditemenin mie cuanki haneut. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan. MasyaAllah. Alhamdulillaah.

  • Ekspektasi Terhadap Anak yang Malah Menorehkan Luka

    Ekspektasi Terhadap Anak yang Malah Menorehkan Luka

    Setujukah jika sebenarnya hidup adalah kumpulan kejutan? Kalo aku pribadi sangat setuju. Dengan hidup yang (hampir) 34 tahun ini, sedikit banyak hal terjadi dengan tiba-tiba. Datang tak dijemput, pulang tak diantar, tapi bukan jelangkung pastinya.

    Saat ini aku bukan mau bahas kejutan sebenarnya. Lebih me-review problematika yang baru (dan sedang terjadi) di keluarga kami. Tentang ekspektasi dan kekecewaan. Yes, two things that are side to side and so relatable.

    Jadi alkisah, suami itu tiga bersaudara dengan dia sebagai sulung. Kedua adiknya tinggal beda kota, sedangkan suami satu kota dengan orang tuanya (means mertua aku).

    Aku sangat paham, karena kami sebagai anak paling dekat (secara jarak), otomatis abah umi mertua menaruh ekspektasi lebih terhadap kami. Mulai dari waktu, perhatian, availabilitas, dll. I’m okey with that, normal issue.

    Namun, akan menjadi berbeda ketika ada perbedaan pemakluman. Dengan alasan jarak terdekat tersebut, seolah kami (suami deng) memiliki kewajiban dan tanggungan lebih. Sedangkan yang jauh, dapat dikatakan bebas dari tanggungan tersebut dan bahkan selalu dapat pemakluman dari SEGALA ASPEK.

    Misal, abah mertua bisa setiap waktu minta tolong suami untuk ini dan itu, menelepon di tengah jam kerja berkali-kali dan harus direspon. Terkadang juga datang ke kantor, meminta tolong ini dan itu di jam kerja dan harus dituruti. Seperti tidak mau paham kalo saat itu memang sedang sibuk.

    Kalo tidak patuh, tak jarang beliau marah-marah. Sampai terakhir beliau mulai mengeluarkan kata-kata kurang enak dan kurang bijak. Suami pun berada di batas sabarnya. Yang selalu diam, selalu manut, akhirnya angkat suara juga.

    Bukan tentang durhaka atau anak tidak tau diri, tetapi aku cukup mengerti apa yang dia rasakan. Karena bahkan aku sebagai menantunya pun merasakan apa yang suami rasakan, tentang kurang adilnya dalam pemakluman.

    Saat ada keperluan, ada masalah, mereka (mertua) bisa sangat gamblang, blak-blakan, tanpa filter bercerita kepada suami. Saat marah, mereka juga bisa all out bahkan hingga memaki dan membentak ke suami.

    Namun, mereka sangat menjaga sekali perasaan adik-adik suami. Saat meminta tolong sesuatu dan tidak bisa, akan ada 1001 excuses yang diberikan terhadap anak lainnya tersebut. Bukan malah memarahinya.

    Pokoknya kedua anak lainnya harus dijaga luar dalam, deh! Sangat kentara sekali perbedaan perlakuannya ke Si Sulung, alias suami. Aku pun kadang sedih sendiri melihatnya.

    Ekspektasi.

    Abah dan uminya menyimpan ekspektasi lebih ke suami yang tinggal dalam jarak lebih dekat, terlahir sebagai anak tertua, menjadi “berbeda” di antara adik-adiknya.

    Dari ekspektasi tersebut, dengan karakter keras yang sudah turun-temurun (sepertinya) melekat, akan timbul kekecewaan yang dalam saat ekspektasinya tidak terpenuhi. Lahir juga akhirnya output negatif dari kekecewaan itu, berupa makian, bentakan, sumpah-serapah.

    Ekspektasi —-> Kekecewaan —-> Luka

    Walau pun keras dan mungkin “salah”, tetapi mertua ku juga cukup perasa. Setelah perbincangan yang emosional tersebut, umi menangis, abah pun tidak bisa tidur hingga akhirnya meminta maaf ke suami.

    Aku cuma berharap, ke depannya akan lebih baik dan adil dalam memperlakukan orang, terutama anak. Tidak terlalu meninggikan ekspektasi pada salah satunya hingga mampu menjerumuskan ke kekecewaan yang mendalam juga. Pada akhirnya, jutru akan membuka luka bagi semua pihak.

    Pun ini akan menjadi catatan bagiku dan suami dalam memperlakukan Anis, insyaAllah. Semoga Allah mudahkan langkah kami.

  • Kembali untuk Memulai

    Kembali untuk Memulai

    Selalu ada masa memulai. Bukan karena melakukan hal baru, tetapi memang hal lama yang sempat terbengkalai (halah) dan kemudian ingin dimulai kembali.

    Bingung. Ada rasa seperti itu pastinya. Setidaknya buat aku yang segala sesuatunya kebanyakan dipikirin. Butuh lebih banyak waktu untuk take action. Padahal jelas sekali ya apa kata quote, “Lakuin aja dulu!”

    Yup, ini tentang menulis di blog. Sepertinya aku sudah cukup lama hiatus, ya? Entah apa yang merasukiku, haha.

    Dibilang sibuk, ya ga terlalu juga. I mean, akan selalu ada waktu jika memang dibuat dan diprioritasin, kan? Ah, then sure it’s about me.

    Baiklah. Mungkin sedikit kata kali ini cukup sebagai pembuka. Bismillaahirrahmaanirrahiim, yuk, mari kita mulai kembali!

    Belajar lagi, konsisten lagi, bermain dengan target lagi. Itu, kan, yang hilang dari kamu akhir-akhir ini, Nad? (Talk to myself)

    Yes, i’m coming back ^^

  • Pengalaman Pertama Menghadapi Anak Mimisan di Hotel

    Pengalaman Pertama Menghadapi Anak Mimisan di Hotel

    Jadi, alkisah tanggal 5 Februari 2023 lalu kita mengadakan acara 100 harian meninggal nenek tercinta. Venue-nya di Jakarta. So, untuk memudahkan segala sesuatunya, saya, suami dan Anis memilih untuk stay di hotel terdekat.

    Karena kami harus extend dadakan di Jakarta (untuk urusan bisnis ayah Anis), akhirnya kami mencari-cari hotel lain. Kebetulan hotel yang ditempati sejak awal memang style hotel biasa, one room gitu. Sedangkan kami mau ‘menampung’ adik saya agar bisa tidur lebih nyaman (selama di Jakarta dia ikut di kamar mama papa dan tidur di bawah haha).

    Setelah searching sana-sini, akhirnya ayah Anis memutuskan untuk kita stay di hotel langganan saja, Horison Rasuna Hotel & Residence. Alasannya memang karena hotel ini mengusung konsep apartemen (dan memang dia menempel di apartment building juga sebenarnya). Jadi, sudah tentu pilihan kamarnya lebih beragam dan spacious. Kami mengambil tipe two bedrooms dengan dua double bed.

    Malam pertama di hotel itu berjalan normal. Namun, di malam kedua, saat saya melewati kamar Anis yang memang pintunya dibuka, saya kaget. Ada warna merah terang di antara nuansa putih kasur ala hotel. Saya dekati untuk memastikan. THEN YES, itu darah mimisan Anis.

    Pengalaman pertama mimisan di hotel

    Anis memang sering mimisan sejak usia empat tahun. Biasanya mimisan terjadi memang di malam hari setelah sesiangan yang terlalu panas udaranya, terlalu aktif seharian, atau sedang kurang enak badan. Kebetulan, di hari itu, siangnya kami wara-wiri ke makam kakek buyut, unjung-unjung ke beberapa saudara, dan sudah bisa dipastikan cuaca Jakarta yang panas dan juga terik.

    Anis sedang tidur lelap sekali. Bahkan, dia sama sekali nggak terbangun padahal darah yang keluar lumayan banyak. Dia baru bangun saat saya dan suami bangunkan karena mukanya penuh darah. Kami membangunkan dia untuk membersihkan badannya dan juga ganti selimut yang sudah berlumur darah (Alhamdulillah seprei dan sarung bantal aman).

    Sebagai tamu hotel yang baik dan taat aturan, ayah Anis memilih untuk menghubungi house keeping untuk laporan dan meminta selimut baru. Ketimbang ide saya untuk mencuci sendiri lapisan selimut yang terkena noda dan mengeringkannya atau jika perlu besoknya kita bawa sendiri ke jasa laundry express. Karena saya tahu, kita akan kena charge lumayan dari noda tersebut. Namun, ayah Anis bilang nggak masalah. Kita lalukan saja prosedurnya.

    Setelah menelepon pihak hotel, kami dioper sana-sini perihal biaya denda. Padahal niat kami saat itu sudah baik, loh! Kami mau membayar (bahkan kami sendiri yang menyatakan di awal jika ada denda yang harus dibayarkan berapa dan bagaimana prosesnya). Hingga akhirnya datang lah seorang house keeper, membawakan selimut baru. Saat ditanya biaya, dia bilang nanti dikabari lagi. Kebetulan saat itu sudah menuju tengah malam. Kami pikir urusan ini kita lanjutkan saja besok. Yang penting Anis sudah bisa tidur lagi dengan nyaman.

    Besoknya, saat suami ke resepsionis untuk meminta cap parkir mobil, dia menanyakan lagi tentang noda darah dan penyelesaiannya. Namun, resepsionis yang bertugas saat itu malah bingung, seperti tidak tahu apa-apa (padahal semalam itu kami sudah dioper-oper oleh resepsionis yang jaga malam). Saya pikir, untuk pekerjaan yang membutuhkan shifting time, akan ada maraton tugas sebelum pergantian jam kerja. Jadi, petugas selanjutnya sudah paham apa saja yang harus di-handle di jam shift dia. Akhirnya, kami harus menjelaskan lagi dari awal.

    Lucunya, setelah penjelasan ulang, kami juga masih harus dioper-oper ke bagian lain pagi itu. Percis seperti kejadian semalam. Yangb akhirnya, ayah Anis memutuskan untuk nanti saja diselesaikan saat check out.

    Nah, jam check out tiba. Ayah Anis seperti biasa menyerahkan key card. Dia juga sudah menyiapkan dana jika memang harus membayar denda secara cash. Seniat dan sesiap itu kita. Ya, pikir kami, rule is rule. Memang Anis mimisan adalah suatu yang accidental tetapi memilih tinggal di hotel berarti harus siap dengan SOP yang ada, kan? Kami memahami itu dan tenang-tenang saja sebenarnya. Alhamdulillah yang penting anaknya sehat dan dana untuk (kalau memang harus) bayar denda pun ada.

    Setelah beberapa lama di meja resepsionis untuk urusan check out, petugas memberikan sejumlah angka yang diperlihatkan lewat kalkulator. Tertulis di situ “989.xxx” (saya lupa tiga digit akhirnya, karena memang tidak angka bulat). Agak shock. Kami kira maksimal 500.000 seperti cerita-cerita yang saya dapat di internet.

    Ayah Anis sudah siap bayar. Namun, jiwa emak-emak saya tentu tak begitu haha. Saya langsung bertanya tentang beberapa hal. Yang akhirnya, karena tidak ada jawaban jelas dan meyakinkan, akhirnya saya minta untuk bertemu dengan managerial hotel. Biar kami tahu angka tersebut untuk apa dan masuknya ke hal apa. Apakah denda ‘perusakan’ properti atau masuk ke pembelian. Karena yaaa, ehm, 900ribuan untuk sekadar denda perusakan properti kok rasanya agak berlebihan, ya haha.

    Lama mereka sesama resepsionis ngobrol. Hingga akhirnya manager datang.

    Lucu lagi, nih! Selama saya menginap di beberapa hotel dengan bintang yang berbeda-beda, manager biasanya lebih full service dalam pelayanan. Mereka lebih menyapa tamunya, lebih humble dan menyenangkan.

    Nah, kasus bapak manager kali ini agak berbeda. Tanpa sapa, tanpa meminta maaf (karena kami sudah lumayan lama disuruh menunggu), bahkan tanpa senyum ramah ala manager hotel, dia mendekati ayah Anis sambil menunjukkan angka baru di kalkulator. Kali ini tertulis 760.xxx dengan penjelasan kami mendapatkan diskon 20% haha. Agak bingung sebenarnya. Ini diskon untuk apa? Yang kami minta kan penjelasan bukan diskon sebenarnya. Kalau memang harus 900an pun, asal ada penjelasannya, insyaAllah dibayar.

    Namun, suami juga sudah males. Atau juga memang dia menghindari saya yang akan semakin intimidatif wahaha. Akhirnya, dia langsung membayarkan sejumlah uangnya. Dengan catatan, ayah Anis meminta bukti pembayaran dan transaksi dilakukan langsung melalu transfer ke rekening hotel.

    Begitulah pengalaman kami menghadapi Anis mimisan dan hari berdarah-darah di hotel. Nominal yang dikeluarkan memang besar tetapi tidak sebanding dengan khawatirnya kami saat itu melihat Anis dalam kondisi begitu. Melihat dia sehat dan baik-baik saja, itu semua lebih penting dan berharga. Alhamdulillaah.

  • Bukan Hanya Orang Dewasa, Anak pun Memiliki Privacy

    Bukan Hanya Orang Dewasa, Anak pun Memiliki Privacy

    Sedang iseng scrolling media sosial. Bukan kepo-in orang lain, sih. Aku lebih napak tilas masa lalu via beranda PROFILE medsos sendiri. Melihat-lihat momen yang sempat terekam dan menjadi jejak digital (tsahhh).

    Tersadar akan satu hal. “Wah, ternyata aku dulu lumayan banyak posting Anis, ya!” Dari milestones tumbuh kembang dia, aktivitas sehari-harinya, bahkan hingga menu MPASI-nya juga haha.

    Semakin sini justru aku mendapati postingan tentang dia sangat berkurang (ya jadi otomatis jarang posting juga sebenernya, sih, haha). Belum lagi banyak pertanyaan yang aku terima menanyakan hal jarang posting tersebut, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membagikannya di sini.

    Alasan Posting Foto Anak

    Jadi, dulu itu aku termasuk rajin munculin wajah Anis karena memang ingin membuat rekam jejak Anis yang bisa aku kilas balik di masa yang akan datang. Ya, seperti yang aku lakukan tadi. Scrolling sambil calling back memory gitu ceritanya, hehe.

    Aku percaya tentang penyakit ‘ain yang sangat santer akhir-akhir ini di kalangan netizen Indonesia. Namun, bisa dibilang aku pun bukan yang tipikal fanatik sampai tidak show up wajah Anis di dunia per-internet-an. Meyakini bahwa selama doa terus terpanjat untuk anak, insyaAllah penjagaan Allah pun ada, itu alasannya.

    Alasan lain, aku memang senang berbagi hal-hal yang bisa dibagikan mengenai Anis. Karena kadang aku juga melakukan hal yang sama. Untuk menambah referensi, sebagai ibu (tidak terlalu) muda ini suka cari-cari tulisan yang relate dengan kondisi Anis. Dari situ, aku pikir tidak ada salahnya untuk membagikan hal bermanfaat yang ada pada aku dan Anis ke ibu muda lainnya (ibu tua, bapak muda, bapak tua, nenek kakek, siapa pun, deh, pokoknya).

    Untuk aku pribadi, penambahan foto riil Anis akan memperkuat tulisan yang dibuat. Ya, ga selalu foto wajahnya, sih. Kadang tangannya (saat makan atau berkegiatan dengan tangan), kadang bagian belakangnya, sesuai kebutuhan aja, deh!

    Jadi, pada dasarnya aku (dan suami) adalah jenis orang tua yang feeling fine untuk mengekspos wajah anak di media sosial. Tentu saja dengan batasan berdasarkan parameter kami pastinya.

    Nah, kealpaan aku dalam mem-posting Anis akhir-akhir ini jadi bukan tentang penyakit ‘ain, ya hehe,

    Seorang Anak Memiliki Privacy-nya Sendiri

    Yup! Anis kini semakin besar. Usia 5 tahun 4 bulan sudah tentu mulai memiliki preference sendiri untuk dirinya. Termasuk hal pengambilan gambar/foto. Apalagi untuk mem-posting-nya.

    Masih ingat saat itu usia sekitar 4 tahunan. Saat aku sedang mem-video-kan dirinya, tiba-tiba dia lambaikan tangan ke arah ponsel sambil meminta untuk dimatikan. “Sudah, Bu. Aku ngga mau di-video-in,” katanya.

    Di situ aku merasa bahwa kontrol Anis terhadap dirinya sendiri sudah semakin matang. Dia tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepadanya. Terlebih dia tahu mana yang disuka dan tidak.

    Kemudian aku berpikir. Anis memang anak kami (aku dan suami), tapi tubuh dia adalah miliknya. Orang tua pun tidak bisa dan tidak boleh merasa memilikinya. Harus tetap ada otoritas pribadi baginya, meski pun penerapannya bertahap karena masih butuh ada pengawasan.

    Seperti banyak pakar menyebutkan. Bahkan, saat bercanda dengan anak, ketika Si Anak sudah mengatakan “STOP”, artinya kita harus bisa menghormati batasan dia. Walau pun kita posisinya sebagai orang tua, dengan tenaga lebih besar pastinya, tetap harus berhenti.

    Begitu juga dengan hal mengambil gambar dan membagikannya. Aku yang (baru) sadar akan kematangan kontrol diri Anis yang sudah semakin tubuh, merasa harus bisa lebih menerapkan privacy bordering dengannya.

    Salah satunya adalah dengan SELALU MEMINTA IZIN kepada Anis setiap akan mengambil gambarnya. Juga meminta approval Anis sebelum aku posting foto atau video yang berkenaan dengannya.

    Hal ini akan menjadi pelajaran mengenai adab dan empati juga untuknya. Di mana, dia pun harus bisa menghargai privacy orang lain. Walau terdengar sepele, tetapi dengan menghormati privacy Anis, ternyata itu sangat membantu dia dalam penerapan adab di lingkungan. Seperti, tidak masuk rumah orang lain seenaknya, tidak asal menyentuh tubuh atau barang orang lain, pun termasuk saat aku meminta waktu privacy untuk menyendiri sesaat, dia lebih paham.

    So, terjawab sudahlah, yaaa, kenapa media sosialku kini nampak sepi, hihi.

  • Mengapa Memilih untuk Konsultasi dengan Psikolog Anak?

    Mengapa Memilih untuk Konsultasi dengan Psikolog Anak?

    Psikolog. Mendengar profesi satu itu kadang bikin otak kita traveling, ya? ‘Wah, kenapa, nih? Sakit jiwa? Mental disorder?’ dan serentetan hal berkonotasi negatif lainnya. Atau, paling banter, kita akan berpikir tentang psikotes.

    Namun, apa benar sebatas itu saja peran seorang psikolog? Juga, setabu itukah kita untuk konsultasi ke mereka?

    Nah, kali ini aku mau sharing sedikit pengalamaku tentang konsultasi ke psikolog. Dimulai dari alasan apa yang mendorong untuk akhirnya membuat appointment dengan ahlinya tersebut, lalu apa yang menjadi catatan dari hasil konsultasi dan bagaimana pesan kesan melakukan konsul psikolog.

    Who’s taking the observation and consulting?

    Kali ini sebenarnya fokus observasi di Anis. Namun, kebutuhan untuk konsultasi tentulah di orang tuanya, aku dan Pak Ali. Kami pun memutuskan untuk melakukan ini pastilah dengan beberapa alasan. Juga dorongan untuk mengetahui kondisi psikologis Anis lebih dalam dari kaca mata seorang profesional, bukan sebatas mengira-ngira.

    Why did we decide to have a visit?

    Ada beberapa alasan yang akhirnya membuat aku dan ayah Anis memutuskan untuk meminta pertolongan seorang psikolog untuk mengurai kebingungan dan menjawab segala dugaan tentang Anis. Kami pikir, lebih baik untuk di-clear-kan segala kondisinya dan jika memang ditemukan suatu hal, penanganan dini akan lebih baik untuk dilakukan, bukan?

    Inilah beberapa kondisi yang memotivasi kami untuk berkunjung ke psikolog:

    1. Anis yang cenderung terlalu aktif, baik dari segi gerak tubuh secara keseluruhan, mau pun ucapan.

    Sebenarnya, hal ini memang sudah terlihat dari sejak Anis bisa berjalan. Bahkan, kakek-kakek dan nenek-neneknya pun sampai berkomentar tentang hal itu. Namun, aku pikir, ‘Ah, usia toddler, kan, memang fasa mobilitas tinggi.’ Akhirnya, aku anggap itu hal normal.

    Bukan hanya gerak tubuh, mulut Anis pun tidak bisa berhenti mengoceh. Se-intens itu dia ngomong sampai di beberapa moment aku sempat nangis karena harus menghadapi ke-bawel-annya.

     Awalnya aku juga merasa, mungkin aku yang kurang sabar dan telaten jadi ibu. Namun, kondisi ini diperkuat dengan komentar beberapa orang yang dekat dengan kami, tentang ke-aktif-an Anis dalam berbicara.

    2. Anis tidak bisa tidur siang sejak usia dua tahun.

    Padahal, usia tersebut merupakan usia anak yang masih rutin untuk tidur siang. Meskipun aku sudah set suasana tidur. Aku bawa dia ke kamar, gorden ditutup dan suasana dibuat temaram, diputarkan muratal atau pun musik instrumen pengantar tidur, dibacakan buku. Nihil.

    Sampai dia membuat suatu simpulan, “Bu, siang itu ada matahari, jadi bukan waktunya tidur. Nanti kalau sudah gelap, baru buat tidur.” Dia seperti sangat rugi waktunya diambil untuk tidur.

    Alhamdulillah-nya, untuk jam tidur malam Anis sudah sangat terbentuk sejak bayi. Dulu, sebelum magrib dia sudah tidur. Semakin besar agak bergeser tentunya. Namun, masuk usia 4 tahun ini pergeserannya semakin jauh. Kadang pukul 8 atau 9 dia baru tidur malam. Sedangkan waktu bangun tidak berubah, pukul 5 pagi pasti dia sudah bangun.

    Aku khawatir kebutuhan tidur dia kurang terpenuhi. Apalagi tidur ini sangat penting untuk support perkembangan otak dan tubuh anak.

    Oya, satu hal lagi, Anis pun bisa tetap stay on walau berada dalam perjalanan. Pernah sekali waktu saat kami melakukan trip ke Yogyakarta dengan kereta api, aku kasih dia obat Ant*mo. Bukan untuk mabuk perjalanannya, tetapi untuk membuat dia tidur selama dalam perjalanan. Dan, taraaa! Dari sekian jam di dalam kereta, dia hanya sekali tidur dan itu pun kurang dari 30 menit.

    3. Anis lebih suka bergaul dengan orang yang lebih tua atau anak seusianya yang ‘dewasa’.

    Beberapa kali aku amati, dia seperti kurang tertarik untuk berlama-lama interaksi dengan anak seusianya. Misal, saat ke taman bermain. Dia akan menyapa anak-anak seusianya di situ, bermain sebentar, tetapi kemudian dia lebih memilih untuk sendiri lagi ATAU akhirnya malah ngobrol lama dengan orang tua Si Anak.

    4. Anis cenderung mendominasi di komunitasnya.

    Aku ngeuh saat Anis mulai ikut beberapa kegiatan, yaitu mengaji di masjid dekat rumah, LIQA dan les berenang. Di situ, Anis cenderung mengambil alih peran di antara teman-temannya. Juga, dia sangat suka mengatur.

    Kadang, jika dia mendapati hal yang ‘tidak sesuai dengan aturannya’, dia lebih memilih untuk tidak mengikuti instruksi. Seperti pura-pura tidak mendengarkan atau justru mendebatnya.

    Awalnya aku kira dia memang kesulitan dalam mengikuti arahan. Ternyata, untuk beberapa hal yang dia rasa sejalan, dia bisa mengikuti dengan baik. Berarti ada sesuatu yang harus dicari jawabannya dalam kondisi ini. Dari pada aku dan suami terus mengira-ngira (yang malah bikin kami jadi insecure sendiri), mencari solusi lewat ahlinya adalah kunci.

    5. Suka melontarkan pertanyaan-pertanyaan out of the box secara tiba-tiba.

    Misalkan, ‘Bu, perang baik itu ada, ga?’ atau ‘Kalau abis mati nanti kita ke surga atau neraka, berarti orang mati bisa hidup lagi, ya?’ atau ‘Bu, kenapa kalau Allah SUBHANA WA TA’ALA, kalau Nabi Muhammad SHALALLAHU ‘ALAIHI WA SALAM, terus nabi lainnya Cuma ‘ALAIHISSALAM?’ dan pertanyaan-pertanyaan lain yang TIBA-TIBA muncul. Padahal kami tidak sedang dalam bahasan itu.

    6. Terlalu perasa.

    Hal ini seharusnya menjadi kebaikan dan poin positif. Namun, kadang aku pun jadi bingung sendiri dalam menghadapinya. Terlebih saat dia obsessed terhadap seseorang. Dia akan sangat attached dengan seseorang itu meskipun orang itu berkali-kali menyakitinya.

    Contohnya dengan seorang temannya. Anak itu padahal senang sekali bully Anis. Dipukul, ditendang, dibentak, didorong, tetapi Anis tetap memohon-mohon anak itu untuk main dengannya. Bahkan tak jarang dia bilang kangen, sayang, mau ngasih sesuatu, ke anak tersebut. Dalam kondisi masih banyak teman lain juga di sekitar dia. Jujur, sebagai ibunya, aku yang gemes sendiri, hehe.

    Selain itu, dia bisa sangat kasian ke orang-orang yang dia temui selintas di jalan. Misalkan, pedagang sesuatu yang sepi pembeli, pengemis tua di pinggir jalan, bahkan sampai badut-badutan yang mengamen. Dan sedihnya tuh bukan yang dibuat-buat, ya sampai menitikkan air mata, huhu.

    7. Anis mau sekolah.

    Nah, ini alasan akhirnya. Dengan kondisi tersebut di atas, aku dan suami mulai bingung untuk memilih sekolah Anis. Satu sisi, kami takut keadaan Anis akan mengganggu teman-temannya nanti di kelas, sisi lain pastinya kami juga takut Anis tidak nyaman dengan kehidupan sekolahnya.

    Kami konsultasikan dengan psikolog, kira-kira sekolah seperti apa yang disarankan untuk Anis. Alhamdulillah, ternyata jenis sekolah yang kami kira akan sangat cocok untuk anak sejenis Anis, ternyata menurut psikolog justru kurang direkomendasikan. Kami pun akhirnya mendapat insight lebih.

    What we got after consulting?

    Dari beberapa symptoms yang Anis lakukan saat observasi, memang seperti mengarah ke ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Namun, dengan task commitment yang baik, untuk sementara diagnosa ADHD atau hiperaktif ini terbantahkan. Karena, mendiagnosa ADHD atau tidak akan lebih valid di usia 6-7 tahun kata psikolognya.

    Jadi, kondisi Anis saat ini disebut dengan SUPERAKTIF. Berbeda dengan hiperaktif, anak superaktif cenderung melakukan segala halnya dengan tujuan, walau pun dilakukan dalam satu waktu atau rentang waktu berdekatan.

    Misal, saat bermain balok, diberi distraksi bola, dia langsung beralih ke bola, kemudian matanya menangkap buku di rak, langsung ke membaca buku, dst. Sedangkan anak hiperaktif cenderung melakukan aktivitasnya secara random, yang penting HARUS BERGERAK. Bisa hanya berlari-larian tanpa arah, menjahili temannya, mencorat-coret sesuatu tanpa maksud, dst.

    Dalam kondisi ini Anis mendapatkan beberapa catatan dari psikolognya untuk dituntaskan. Disarankan untuk melakukan terapi yang berkenaan dengan melatih durasi konsentrasi/fokus.

    Anak superaktif akan mendapatkan terapi berbeda-beda tiap personal. Karena, kondisi superaktifnya pun akan berbeda-beda. Itulah mengapa butuh untuk konsultasi langsung dengan profesionalnya.

    Selain terapi, Anis juga diberikan suggest diet khusus, yaitu pembatasan asupan tepung-tepungan, cokelat, dan gula. Psikolognya menjadwal Anis untuk bisa menikmati pantangan tersebut hanya dua kali dalam sebulan. Misalkan, setiap tanggal 1 dan 14 saja untuk hari cheating-nya.

    Selain itu, aku dan suami pun mendapat banyak sekali masukan dan wejangan untuk membesarkan anak seperti Anis. Kami dibuat nyaman dan kembali secured. Bahkan, beliau juga menceritakan kisah pribadinya yang menjadi semangat juga untuk kami agar tetap positif dan semangat berjuang.

    Sementara ini Anis menjalani terapi dulu. Nanti saat dia berusia 6 tahun diminta kembali untuk melakukan observasi lagi, termasuk melakukan update tes IQ-nya. Karena, saat kemarin dicoba untuk melakukan tes IQ, ternyata Anis bisa mengikuti hingga rilis hasil, dengan bantuan tentunya.

    Anak adalah amanah. Tidak mengapa jika kita meminta bantuan profesional untuk memaksimalkan tugas yang kita emban sebagai orang tua. Semoga kita bisa terus dimudahkan oleh Allah untuk proses menjalankan peran tersebut. Aaammiin yaa Rabb Alamiin. YOSH!

  • Takut, Marah, dan Kita Keluarga

    Takut, Marah, dan Kita Keluarga

    Throw back time, beberapa tahun silam, saat aku masih menjadi pejuang dua garis. Tentunya, bukan dua garis yang sedang trending saat ini, ya. Namun, dua garis yang (katanya) membawa aura kegembiraan bagi sepasang suami-istri.

    Singkat cerita, aku dan suami sudah melakukan beberapa program kehamilan, tetapi setiap program berjalan, harapan tak kunjung datang. Hingga ada titik di mana aku sudah benar-benar pasrah. Tidak lagi mengikuti program apa pun. Bahkan, saking sudah traumanya dengan test pack, setiap melihat benda tersebut rasanya ingin menangis saja.

    Saat itu, aku merasa keinginan menggebu-gebu akan buah hati. Mungkin hal wajar, ya? Namanya juga pasangan menikah. Alurnya, kan, memang seperti itu. Namun, aku kurang mendalami rasa keinginan itu sendiri. Apakah karena benar-benar ingin dan siap untuk menjadi ibu? Atau hanya sekadar menghindari stigma yang ada di masyarakat, bahwa setelah menikah ya “harus” punya anak.

    Takut dengan pertanyaan yang terus berulang dari keluarga dan rekan terdekat. Takut mengecewakan orang tua dan mertua karena tidak kunjung memberi cucu. Takut memang ada yang salah dengan kondisi fisik aku sendiri. Kami diliputi ketakutan yang, sebenarnya, entah berdasarkan apa.

    Alhamdulillaah, setelah penantian empat setengah tahun, Si Garis Dua akhirnya bertandang. Suka cita jelas terpancar di keluarga kecil kami. Oh, bahkan keluarga besar pun. Aku sangat bersyukur di tengah keputus-asaan yang membawaku pada kepasrahan. Seolah kehamilan ini merupakan jawaban dari segala ketakutan ini.

    Dan lahir lah anak pertama kami yang berjenis kelamin laki-laki. Terlantun doa dan harapan, kami beri nama Muhammad Anis Assegaff. Saat itu tertanggal 9 September 2017.

    Yap, kini usianya lewat empat tahun. Usia yang mulai melahirkan drama-drama ibu dan anak (bahkan ayah dan anak juga). Mungkin karena perangkat rasa dan emosinya sedang berkembang dengan pesat. Juga sisi sosial dan egosentrisnya yang sama-sama sedang menyeimbangkan diri. Tidak mudah pastinya bagi anak yang memang baru mengalami hal itu.

    Tak jarang, aku terpantik juga untuk kesal dan marah. Tanpa bermaksud untuk dimaklumi, tetapi pada dasarnya kami berdua, aku dan suami, memang cenderung ‘keras’. Yang tanpa disadari pun akhirnya berimbas ke Anis, anak kami.

    Kadang, aku suka mengingat kembali masa-masa berjuang dua garis dulu. Ya, benar! Anak ini adalah sosok yang sangat kami harap dan idamkan saat itu. Penuh perjuangan hingga ia bisa lahir ke dunia dan mengisi kekosongan kami. Anak ini tidak meminta untuk dilahirkan, tetapi kami yang memanggilnya lewat doa. Lalu, kenapa kami tidak bisa lebih membawa diri dalam menghadapinya?

    Hingga suatu hari, aku mengirim pesan melalui whatsapp ke suami. Saat itu aku baru saja memarahi Anis. Dan seperti biasa, ibu-ibu setelah marah akan dihujani penyesalan yang bertubi-tubi. Apalagi jika amarahnya agak kurang terkontrol hingga menyakiti hati Sang Anak.

    Dalam pesan, aku curahkan isi hati. Bahwa aku bukanlah ibu yang baik untuk Anis. Padahal Anis termasuk anak yang pengertian dan penyabar. Yang salah adalah aku sebagai ibunya. Aku yang kelak akan merusak mentalnya. Hingga akhirnya kuminta suami untuk menikah lagi dengan perempuan yang bisa menjadi ibu yang baik untuk Anis.

    Betul! Dan aku cukup serius dengan hal itu. Aku dorong suami untuk mencari sosok yang bisa menjadi ibu ideal bagi Anis. Karena memang sangat disayangkan, bila anak yang pengertian, periang, sabar dan pintar ini harus memiliki IBU SEPERTI AKU.

    Aku TAKUT justru karena aku lah Anis akan membawa luka masa kecil di kehidupan dewasanya. Aku TAKUT justru aku yang akan mematikan sisi-sisi baik yang sudah ada dalam dirinya. Aku TAKUT justru aku lah perusak karakternya.

    Takutku berujung dengan kalut.

    Suami pun pasti panik dan tidak nyaman dengan pikiranku yang agak aneh itu. Cukup lama dia hanya mendiamiku setiap kali aku minta dia untuk mencarikan istri juga ibu untuk Anis. Diamnya kuartikan sebagai jeda untuk berpikir agar tidak memantik api masalah yang baru.

    Hingga ia pun akhirnya berkomentar. Bahwa terkadang ia pun marah ke Anis. Suatu hal yang tak bisa dihindari dan harus selalu dilatih untuk bisa dikendalikan.

    Dia bilang, kita semua sama-sama belajar untuk itu. Menjalani fungsi keluarga merupakan pembelajaran seumur hidup dan berlaku untuk semua anggotanya. Bukan hanya anak yang harus belajar mengembangkan rasa dan emosinya, terlebih kita pun orang tuanya.

    Keluarga itu ibarat kendaraan. Untuk bisa sampai di tujuan, tentu harus saling mengambil peran dan juga bekerja sama. Bukan justru berhenti menjalani fungsi hanya karena idealnya tidak terpenuhi. Sebaliknya, HARUS SALING MENGISI.

    Saat Anis menguji kesabaran, kita mencoba semaksimal mungkin untuk mengelola emosi kita. Terima! Resapi! Nikmati proses mengelola tersebut!

    Jika akhirnya khilaf dan marah. Sesali dan MAAFKAN! Ya, memaafkan diri yang masih belum bisa maksimal dengan usaha pengontrolannya. Sesali dengan membayar satu keburukan dengan lima kebaikan!

    Jika kita marah lima menit, coba untuk ‘menggantinya’ dengan lima kebaikan lain. Meminta maaf dengan tulus sambil memeluknya, temani ia bermain atau berkegiatan bersama setelah emosi kita mereda, ucapkan bahwa kita benar-benar sangat mencintainya, terus berulang, agar tangki kasih sayang dan kebahagiaan anak kembali terisi.

    Benar! Marahnya orang tua tidak bisa terhapus begitu saja di memori anak, seperti gelas yang pecah tidak akan bisa kembali sempurna ke bentuk sedia kala. Namun, jangan lupa juga bahwa orang tua dan anak adalah manusia dan marah merupakan salah satu perangkat emosi yang ada padanya.

    Dari pada mencari cara agar TIDAK MARAH atau MENAHAN MARAH, yang justru tidak baik juga untuk kesehatan mental kita, perlahan kita coba untuk MENERIMA rasa marah tersebut, kita validasi, ‘Ya, saya sedang marah.’ Kemudian latih untuk mengelolanya.

    Emosi tanpa validasi akan sulit dalam pengontrolannya. Bagaimana bisa kita belajar untuk mengontrol amarah jika kita selalu avoid rasa marah tersebut dalam diri kita.

    Dan last but not least, belajar untuk saling memaafkan juga. Setelah memaafkan diri karena sudah marah, kita juga harus bisa memaafkan anggota keluarga lainnya di saat mereka sedang marah. Tepat seperti anak kecil yang sangat mudah memaafkan orang tuanya, meski pun mereka baru saja kena marah.

    Kelak di kemudian hari, jika anak menyakiti kita, kita pun siap untuk memaafkan. Begitu juga saat suami atau istri melalukan salah, kita juga bersedia memaafkan.

    Karena keluarga itu adalah SALING. Untuk mencapai tujuan yang sama, semuanya harus sinergis. Melawan segala ketakutan dengan dukungan satu sama lain dan bukan berpikir untuk tiba-tiba berhenti atau mengundurkan diri.